My Rules

My Rules
Perjalanan ini hanya Sementara

Selasa, 31 Januari 2012

Sabar dan Ikhlas itu Indah

Mudah mengucapkan kata ’sabar’ dan ‘ikhlas’, namun yang paling sulit adalah mengimplementasikan kesabaran dan keikhlasan dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum menerima cobaan/ujian dari Allah kita sangat mudah menyarankan kepada kawan kita yang sedang tertimpa musibah kata-kata, “Sabar dan ikhlas ya kawan”. Namun sewaktu kita mengalami musibah sendiri ternyata terasa sekali betapa sulitnya kita sabar dan ikhlas.
Pahit getirnya penderitaan hidup sesungguhnya dapat dialami setiap orang tanpa terkecuali si kaya maupun si miskin, pejabat maupun rakyat biasa, laki-laki maupun perempuan, tanpa membedakan suku, agama, dan ras. Karena Allah Maha segala Maha. Ia tidak membedakan tingkat sosial, materi maupun spiritualitas umatnya. Bahkan yang murtad atau kafir maupun yang berimanpun Allah menyamakan kedudukannya di dunia. Ada kalanya Ia memberikan berlimpah ruah kekayaan kepada si kaya yang lalim dan fasikh bahkan dholim (misalnya Koruptor), sebaliknya Ia juga bisa juga tidak memberi apapun kepada si miskin kelimpahan rejeki untuk sesuap nasi yang dimakan tiap hari. Ia bisa memberikan kenikmatan tiada terperi duniawi dengan maksiat kepada si kaya dengan perempuan-perempuan yang diperdaya materi untuk memuaskan hasrat sexualnya, sebaliknya kenikmatan sexual tidak diberikan kepada si miskin barang sedikitpun bahkan orang yang dicintainyapun bisa diambil darinya untuk dinikmati oleh si kaya.
Maka di saat puasa ramadhan ini kita sangat relevan untuk melakukan refleksi terhadap diri kita apakah ’sabar’ dan ‘ikhlas’  sudah teriternalisasi atau hanya sekedar berkata dibibir saja. Kuatkah kita menikmati buah kesengsaraan yang berupa cobaan hidup baik berupa kehilangan hal-hal yang dicintai, diambil suami/istrimu dan anak-anakmu oleh orang lain atau bisa juga diambil nyawanya oleh Allah, kehilangan harta benda, kekayaan, kehilangan kekuasaan/jabatan/pangkat/posisi, dan kehilangan nafsu duniamu lainnya? Bisa sewaktu yang kita cintai hilang atau ternoda, kita menjadi stress, demotivasi, putus asa bahkan bisa bunuh diri. Atau kita bisa menerima dengan lapang dada,  besar hati, ‘nrima ing pandum’ , dan pasrah akan akan nasib ? Sebagai manusia yang dikaruniai ‘akal’ dan logika pikir serta hati nurani pasti penderitaan maupun kepasrahan itu ada dan tidak mungkin hilang. Ukurannya adalah sejauhmana kita mendendam atau meratapi penderitaan akan musibah itu. Sebagai manusia bertaqwa ukuran ketahanan akan musibah itu adalah pada daya pengembalian itu kepada Sang Pencipta makhluk sebagai Penguasa semesta ini. Dia tidak akan membebankan suatu cobaan melebihi kemampuan umat-Nya. Maka kata ’sabar’ baru relevan diimplementasikan, yang selanjutnya harus diikuti ‘keikhlasan’ lahir dan batin untuk menerima secara utuh apapun bentuk akhir musibah itu. Misalnya harta yang hilang, jabatan yang hilang, anak/suami/istri yang hilang (karena diambil orang atau diambil oleh Sang Khalik), dll yang kemudian menatap kedepan untuk membuka lembaran baru yang lebih baik. Bukankan inti dari musibah adalah kita dapat memetik hikmah? Pasti ada ‘rahasia’ besar
‘Sabar’ didefinisikan menikmati buah dari kesengsaraan, juga dapat diartikan kuat menerima penderitaan dari suatu musibah, lawannya syukur yakni kuat menerima kebahagiaan. Sabar ada tiga jenis yaitu:
1. Sabar menerima perintah; Allah memerintahkan berbuat kebajikan, namun sangat sulit kita melakukannya. Maka hanya dengan kesabaran kita mampu melaksanakan perintah-Nya.
2. Sabar menghindari larangan; Jangan pernah melanggar larangan-Nya, teguhkan berkata ‘TIDAK’  terhadapat kesenangan  duniawi … karena bila kita lakukan akan membanting martabat kita. Maka hanya dengan sabar kita mampu terhindar dari hal-hal maksiat.
3. Sabar menerima musibah; Allah memberikan derita kepada umatnya hanya bertujuan untuk menaikkan derajat seseorang. Bukan untuk menghancurkannya karena Dia Ar Rahman dan Ar Rohiim.

masagusdalang.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar